Love and Fate

30 Agustus 2013

   Pagi ini aku bangun lebih awal dari biasanya, ya lebih awal. Seharusnya aku bangun sekitar pukul tiga pagi untuk sahur, namun kali ini aku sedang tidak melaksanakan ritual yang sangat penting dibulan ini. Ini hari besar, sangat besar hingga tidurku tak lelap semalaman. Bukan hanya event hari ini yang sangat aku tunggu tetapi seseorang yang sangat berkesan akan aku hadapi setelah sekian lama mata kami tak bersinggungan. Membayangkan realita yang akan terjadi saja aku tak sanggup, hanya rencana gila yang terus berputar didalam selaput yang tertanam dalam rongga kepala. Hingga pukul lima pagi tak terbayang apa yang aku harus lakukan untuk memenuhi janji pukul tujuh pagi itu. Aku mengenakan dress seadanya, berdandan seadanya dengan rambut dikuncir kuda serta mengenakan sepatu sendal yang lumayan meningkatkan tinggi badanku.
   Ku telusuri jalan menuju tempat yang dijanjikan. Entah berapa pasang bola mata menusuk pandangan kearahku, entah hanya perasaaku saja. Ada seorang laki-laki berpakaian rapi ditengah keramaian sedang memegang sebuah buku hitam tebal. Aku tahu itu dia orangnya, ya tentu saja dia. Kuucapkan sapa dengan agak kaku seadanya, sekeluarnya dari mulutku saja. Senyumnya tak berubah, tatap matanya juga, bahkan suaranya yang lembut seakan menyihir keadaan alam sekitar hening. Ia terlihat mencoba tidak kaku, aku pun sama. Kami hanya diam didalam sebuah kendaraan umum. Sesekali aku memandangi sosok didepanku itu lalu memalingkannya ketika ia melontar pandang padaku. Dia menggenggamkan dua buah gulungan uang ditanganku lalu menyuruhku menyimpannya. Untuk apa itu? aku juga tak tahu.
   Beberapa menit perjalanan yang kami habiskan akhirnya kami sampai disebuah gedung ramai akan orang-orang yang ingin berdoa dan bertemu Tuhan. Kulangkahkan kaki ini mengikuti dia perlahan masuk gedung. Gedung itu ramai orang bernyanyi, ya itu yang kutahu, tapi menurutnya itu berdoa. Banyak mata yang melucutiku seakan akan aku orang aneh, padahal aku sudah mencoba se-normal mungkin, entah hanya perasanku saja. Didepan pintu kami diberi kertas berisi panduan lagu apa saja yang akan dinyanyikan, ya doa-doa yang dipanjatkan hari ini. Awalnya sambil duduk, lalu ada juga sambil berdiri, hingga ada ceramah singkatnya.
   Perlahan kupandangi satu satu orang disekitarku, khusyuk penuh khidmat. Hal ini menggetarkan, sama seperti kami berdoa. Aku terus mencuri banyak informasi dari dia yang duduk disebelahku. Dia terus menjelaskan dengan sabar, bahkan senyuman terus menggantung di wajahnya. Tak lama, ada kantung berwarna merah digilirkan kesemua orang digedung itu. Dia berbisik memberitahu aku untuk memasukkan satu gulungan uang yang dia berikan sebelum berangkat. Ku masukkan gulungan itu. Intipan mata jahil ini melihat ada warna warni uang didalam kantung. Satu gulungan selanjutnya dimasukkan kedalam kantung lain yang lebih besar sembari akan pulang.
   Tuhan - Aku - Dia. Banyak berbeda namun tak sedikit yang serupa.



- Tulisan ini kutulis entah tanggal berapa dan tahun berapa saat kau masih ada, kuposting untukmu yang sudah pulang ke Tuhan mu beberapa hari yang lalu B-

0 Comments: